Menimbang :
- bahwa Angka Pengenal Importir atau API, sebagai tanda pengenal yang harus dimiliki oleh importirdalam melakukan kegiatan importasi barang, merupakan salah satu instrumen yang digunakan olehPemerintah dalam rangka penataan pelaksanaan kebijakan perdagangan luar negeri di bidang impor;
- bahwa ketentuan mengenai API yang ada saat ini, belum mencakup seluruh kegiatan importasi barang yang dilakukan untuk beberapa kegiatan usaha tertentu seperti kegiatan usaha hulu minyak dan gasbumi, kegiatan usaha di bidang industri jasa yang memerlukan barang modal dan peralatan untukmendukung kegiatan usahanya;
- bahwa kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi merupakan kegiatan spesifik yang didasarkan pada kontrak kerjasama antara Pemerintah dengan Kontraktor Kontrak Kerjasama, sehingga dalam rangkakelancaran kegiatan importasi barang untuk keperluan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi olehKontraktor Kontrak Kerjasama dipandang perlu adanya pengaturan penerbitan API yang bersifatkhusus;
- bahwa untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan ketentuan API perlu dilakukan penyesuaian danmencabut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 40/MPP/Kep/1/2003 tentangAngka Pengenal Importir (API);
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan.
Mengingat :
- Bedrijfsreglementerings Ordonantie 1934 (Staatsblad tahun 1938 Nomor 86) sebagaimana telahdiubah dan ditambah;
- Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1982Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3214);
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World TradeOrganization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4661);
- Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Nomor 136Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152);
- Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
- Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu MinyakDan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4216);
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah AntaraPemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran NegaraNomor 82 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas danTanggung Jawab Menteri Perdagangan dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2005 tentang Pembentukan KabinetGotong Royong sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Presiden RepublikIndonesia Nomor 171/M Tahun 2005;
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telahdiubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan TugasEselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhirdengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007;
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 229/MPP/Kep/7/97 tentang KetentuanUmum di Bidang Impor;
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/97 tentang Barang YangDiatur Tata Niaga Impornya sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan KeputusanMenteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 789/MPP/Kep/12/2002;
- Keputusan Menteri Perindustrian dan perdagangan Nomor 12/MPP/Kep/1/98 tentang PenyelenggaraanWajib Daftar Perusahaan (WDP);
- Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor527/KMK.04/2002 dan Nomor 819/MPP/Kep/12/2002 tentang Tertib Adminitrasi Importir;
- Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 366/M-DAG/KEP/12/2005 tentangPedoman Administrasi Umum Departemen Perdagangan;
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang organisasi dan Tata KerjaDepartemen Perdagangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan MenteriPerdagangan Nomor 22/M-DAG/PER/5/2007;
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 09/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan Standar PemberianSurat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
MEMUTUSKAN :
Mencabut :
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 40/MPP/Kep/1/2003 tentangh AngkaPengenal Importir (API);
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 414/MPP/Kep/6/2003 tentang PemberianKuasa Untuk Penerbitan Persetujuan Impor Barang Tanpa API,
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API).
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
- Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean Indonesia.
- Angka Pengenal Importir disingkat API adalah tanda pengenal sebagai importir yang harus dimilikisetiap perusahaan yang melakukan perdagangan Impor.
- Importir adalah perusahaan pemilik API yang melakukan kegiatan impor barang.
- Perusahaan dagang adalah badan usaha, baik yang berbentuk perorangan atau persekutuan, baikdalam bentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang berkedudukan di Indonesia danmelakukan kegiatan usaha perdagangan barang atau jasa.
- Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
- Kontraktor Kontrak Kerja Sama, selanjutnya disebut Kontraktor KKS adalah badan usaha dan bentukusaha tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatuwilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan badan pelaksana.
- Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut Badanpelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha huludi bidang minyak dan gas bumi.
- Cabang perusahaan adalah perusahaan yang merupakan unit atau bagian dari perusahaan induknyayang dapat berkedudukan di tempat yang berlainan dan dapat bersifat berdiri sendiri atau bertugas melaksanakan sebagian tugas dari perusahaan induknya.
- Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.
- Dinas Propinsi adalah instansi pada Pemerintah Propinsi yang bertanggung jawab di bidang perdagangan.
- Dinas Kabupaten/Kota adalah instansi pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dibidang perdagangan.
Pasal 2
Impor hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan dagang, perusahaan industri, Kontraktor KKS atau perusahaan penanaman modal yang telah memiliki API.
Pasal 3
(1) | Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilaksanakan tanpa API untuk :
|
(2) | Impor dapat dilaksanakan tanpa API apabila :
|
Pasal 4
Impor Tanpa API sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib memperoleh Persetujuan Impor yang ditandatangani Direktur Impor.
Pasal 5
(1) | API terdiri dari :
|
(2) | API berlaku untuk setiap kegiatan impor di seluruh daerah pabean Indonesia. |
(3) | API-U, API-P dan API-T berlaku untuk kantor pusat dan seluruh kantor cabangnya. |
(4) | API-K berlaku untuk setiap kontrak yang dimiliki oleh Kontraktor KKS. |
Pasal 6
(1) | API-U wajib dimiliki oleh setiap perusahaan dagang yang melakukan impor. |
(2) | API-P wajib dimiliki oleh setiap perusahaan industri yang melakukan impor. |
(3) | API-T wajib dimiliki oleh setiap perusahaan penanaman modal yang melakukan impor. |
(4) | API-K wajib dimiliki oleh setiap Kontraktor KKS yang melakukan impor. |
Pasal 7
API-P diberikan kepada perusahaan industri yang mengimpor barang modal dan bahan baku atau penolong untuk keperluan proses produksinya sendiri, atau barang lainnya sepanjang digunakan untuk keperluan perusahaan industri yang bersangkutan.
Pasal 8
API atau Persetujuan Impor Tanpa API merupakan syarat untuk :
- Pengimporan barang melalui pembukaan L/C pada bank devisa dan/atau dengan cara pembayaran lain yang lazim berlaku dalam traksaksi perdagangan internasional; dan/atau
- penerbitan Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
Pasal 9
Pemilik API dan pemilik Persetujuan Impor Tanpa API bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pelaksanaan impor yang dilakukan denganmenggunakan API dan Persetujuan Impor Tanpa APIyang dimilikinya.
Pasal 10
(1) | API-U dan API-P diterbitkan atas nama Menteri oleh Kepala Dinas Propinsi dimana kantor pusatperusahaan berdomisili. |
(2) | API-K diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
Pasal 11
(1) | Setiap perusahaan dagang hanya boleh memiliki 1 (satu) API-U dan tidak boleh memiliki jenis APIlainnya. |
(2) | Setiap perusahaan industri hanya boleh memiliki 1 (satu) API-P dan tidak boleh memiliki jenis APIlainnya. |
(3) | Setiap Kontraktor KKS hanya boleh memiliki 1 (satu) API-K dan tidak boleh memiliki jenis API lainnya. |
Pasal 12
(1) | Perusahaan dagang yang akan memiliki API-U wajib mengajukan permohonan dengan mengisiFormulir Isian sebagaimana contoh dalamLampiran I Peraturan ini, kepada Kepala Dinas Propinsidengan Tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota di tempat kedudukan Kantor Pusatperusahaan dengan melampirkan :
|
(2) | Perusahaan industri yang akan memiliki API-P wajib mengajukan permohonan dengan mengisiFormulir Isian sebagaimana contoh dalam Lampiran I Peraturan ini kepada Kepala Dinas Propinsi,dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota di tempat Kantor Pusat perusahaanberdomisili dengan melampirkan :
|
(3) | Penyampaian permohonan dan tembusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapatdilakukan :
|
(4) | Kontraktor KKS yang akan memiliki API-K, wajib mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderaldengan mengisi Formulir Isian sebagaimana contoh dalam Lampiran II Peraturan ini, denganmelampirkan:
|
Pasal 13
(1) | Kepala Dinas Kabupaten/Kota, berdasarkan tembusan permohonan API sebagaimana dimaksud dalamPasal 12 ayat (1) dan (2) melakukan pemeriksaan dilapangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tembusan permohonan API diterima. |
(2) | Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diselesaikan padawaktunya, Dinas Propinsi dapat melakukan pemeriksaan di lapangan yang diselesaikan paling lambat10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. |
(3) | Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksa(BAP) dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III-a Peraturan ini dan ditandatanganioleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota serta pegawai Dinas Kabupaten/Kota yang melakukan pemeriksaan di lapangan. |
(4) | Kepala Dinas Kabupaten/Kota menyampaikan BAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepadaKepala Dinas Propinsi, paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak BAP ditandatangani. |
Pasal 14
(1) | Dalam hal diperlukan pemeriksaan ke lapangan untuk memastikan kebenaran dokumen yangdiajukan oleh Pemohonan API-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4), Direktur Jenderaldapat menugaskan pegawai dilingkungan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri DepartemenPerdagangan. |
(2) | Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan(BAP) dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III-b Peraturan ini dan ditandatanganioleh Direktur Impor atas nama Direktur Jenderal serta pegawai yang melakukan pemeriksaan dilapangan. |
Pasal 15
(1) | Bentuk API-U, API-P dan API-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebagaimana tercantum dalamLampiran IV, Lampiran V dan Lampiran VI Peraturan ini. |
(2) | API-U berwarna biru, API-P berwarna hijau muda dan API-K berwarna kuning muda. |
Pasal 16
(1) | Kepala Dinas Propinsi menerbitkan API-U/ API-P atau menolak permohonan API-U/ API-Psebagaimana di maksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan (2) paling lambat dalam waktu 3 (tiga) hari kerjaterhitung sejak diterima BAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3). |
(2) | Kepala Dinas Propinsi menyampaikan tembusan API-U/ API-P kepada Direktur Impor dan Kepala Dinas Kabupaten/ Kota pembuat BAP. |
(3) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemohon dengantembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/ Kota pembuat BAP. |
(4) | Contoh surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantumdalam lampiran VII-a Peraturan ini. |
Pasal 17
(1) | Direktur Jenderal menerbitkan API-K atau menolak permohonan API-K sebagaimana dimaksud dalamPasal 12 ayat (3) paling lambat dalam waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterima permohonanpenerbitan API-K. |
(2) | Dalam hal diperlukan pemeriksaan ke lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, persetujuanatau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (4) diterbitkan paling lambat3 (tiga) hari kerja terhitung sejak selesainya pemeriksaan dimaksud. |
(3) | Direktur Jenderal menyampaikan tembusan API-K kepada Kepala Badan Pelaksana dalam waktu 3(tiga) hari kerja sejak tanggal diterbitkan. |
(4) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemohon dengantembusan kepada Kepala Badan Pelaksana dan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai DepartemenKeuangan. |
(5) | Contoh surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantumdalam lampiran VII-b Peraturan ini. |
Pasal 18
Masa berlaku API-U, API-P dan API-K selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan dan dapatdiperpanjang.
Pasal 19
(1) | Perusahaan pemilik API-U dan API-P wajib melaporkan realisasi impor dalam hal ada/tidak ada impor,sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan tembusan kepada Kepala DinasKabupaten/kota dimana perusahaan berdomisili. |
(2) | Kontraktor KKS pemilik API-K wajib melaporkan rekapitulasi realisasi impornya sekali dalam 6 (enam)bulan kepada Direktur Nomor : 31/M-DAG/PER/7/2007 Jenderal dalam hal ini Direktur Impor. |
(3) | Kepala Dinas Propinsi menyampaikan laporan rekapitulasi realisasi impor masing-masing perusahaanpemilik API-U dan API-P, sekali dalam 1 (satu) tahun kepada Direktur Jenderal. |
Pasal 20
(1) | Perusahaan pemilik API-U dan API-P wajib melaporkan setiap perubahan yang berkaitan denganperusahaannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan kepada KepalaDinas Propinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dilokasi perusahaan yangbersangkutan berdomisili. |
(2) | Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
|
(3) | Contoh laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagaimana tercantumdalam Lampiran VIII-a dan Lampiran VIII-b Peraturan ini. |
(4) | Contoh laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sebagaimana tercantumdalam lampiran VIII-a dan lampiran VIII-b Peraturan ini. |
(5) | Laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam 2 (dua) rangkap dan harusditandasahkan oleh Kepala Dinas Propinsi, dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Impor. |
(6) | Kepala Dinas Propinsi menyampaikan laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)masing-masing kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dilokasi perusahaan berdomisili dan kepadaperusahaan yang bersangkutan. |
(7) | Laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan satu kesatuan yang tidakterpisahkan dari API perusahaan yang bersangkutan. |
Pasal 21
(1) | Kontraktor KKS pemilik API-K wajib melaporkan setiap perubahan yang berkaitan dengan identitasdan atau hal lain yang berkaitan dengan kontraktor KKS paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitungsejak terjadinyaperubahan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Badan Pelaksana. |
(2) | Kepala Badan Pelaksana atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan setiap laporan perubahansebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal paling lambat 5 (lima) hari setelahditerima dari kontraktor KKS. |
(3) | Contoh laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalamLampiran VIII-c dan Lampiran VIII-d dalam Peraturan ini. |
(4) | Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam 2 (dua) rangkap dan ditandasahkanoleh Direktur Impor atas nama Direktur Jenderal, dengan tembusan disampaikan kepada BadanPelaksana. |
(5) | Direktur Impor menyampaikan laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepadaKontraktor KKS. |
(6) | Laporan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan satu kesatuan yang tidakterpisahkan dari API-K Kontraktor KKS. |
Pasal 22
(1) | API dapat dibekukan apabila perusahaan pemilik API dan/atau Pengurus/Direksi perusahaan pemilikAPI/penanggung jawab Kontraktor KKS pemilik API-K :
|
(2) | Contoh surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalamLampiran IX-a dan Lampiran IX-b Peraturan ini. |
Pasal 23
(1) | API yang telah dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dapat diaktifkan kembali apabila:
|
(2) | Contoh surat pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantumdalam Lampiran X-a dan Lampiran X-b Peraturan ini. |
Pasal 24
(1) | API dicabut apabila perusahaan pemilik API dan/atau Pengurus/Direksi perusahaan pemilik API/penanggung jawab Kontraktor KKS:
|
(2) | Contoh surat pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalamLampiran XI-a dan Lampiran XI-b Peraturan ini. |
Pasal 25
(1) | Dalam hal API dicabut sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 huruf a dan/atau huruf b, makaperusahaan hanya dapat mengajukan permohonan API baru setelah 1 (satu) tahun sejak tanggalpencabutan API tersebut. |
(2) | Dalam hal API dicabut sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 huruf c, huruf d dan/atau huruf e, makaperusahaan hanya dapat mengajukan permohonan API baru setelah 5 (lima) tahun sejak tanggalpencabutan API tersebut. |
(3) | Dalam hal API-K dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, maka Kontraktor KKS hanya dapatmengajukan permohonan API-K baru setelah mendapatkan rekomendasi dari Kepala Badan Pelaksanayang menyatakan kredibilitas Kontraktor KKS. |
(4) | Pemohon API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diwajibkan:
|
Pasal 26
(1) | Pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan API-U dan API-P sebagaimana dimaksud dalamPasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dilakukan atas nama Menteri oleh Kepala Dinas Propinsi yangmenerbitkan API. |
(2) | Pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan API-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,Pasal 23, dan Pasal 24, dilakukan atas nama Menteri oleh Direktur Jenderal. |
(3) | Kepala Dinas Propinsi menyampaikan surat pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan API-Udan API-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 kepada perusahaan yangbersangkutan dengan tembusan kepada Direktur Impor dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota dilokasiperusahaan berdomisili. |
(4) | Salinan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada DirekturJenderal Bea dan Cukai untuk keperluan tatalaksana kepabeanan dibidang impor. |
Pasal 27
(1) | Setiap API-U dan API-P yang diterbitkan diberi nomor yang terdiri dari 9 (sembilan) digit sebagaimanacontoh dalam Lampiran XII Peraturan ini, yang terdiri dari:
|
(2) | Dalam hal terjadi perubahan terhadap jumlah wilayah sehingga menyebabkan terjadinya perubahannomor kode propinsi, maka nomor kode yang baru ditetapkan oleh Direktur Jenderal. |
(3) | Setiap API-K yang diterbitkan diberikan nomor yang sesuai dengan ketentuan dalam pedomanadministrasi umum Departemen Perdagangan. |
Pasal 28
Ketentuan mengenai API-T sebagaimana dimaksud dalamPasal 4 ayat (1) huruf d diatur terpisah melalui Peraturan Menteri.
Pasal 29
Ketentuan Pelaksanaan peraturan ini dapat diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Pasal 30
API-U dan API-P yang diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan ini dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa lakunya dan tunduk pada ketentuan dalam Peraturan ini.
Pasal 31
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Juli 2007
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
ttd
MARI ELKA PANGESTU