Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-UndangNomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan ketentuan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-UndangNomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar dan Pembatalan Hasil Pemeriksaan
Mengingat :
- Undang-UndangNomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
- Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-UndangNomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakansebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
- Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANGTATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI, PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN PAJAK ATAU SURAT TAGIHAN PAJAK YANG TIDAK BENAR, DAN PEMBATALAN HASIL PEMERIKSAAN.
Pasal 1
Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
- mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi;
- mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang tidak benar; dan/atau
- membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan yang penerbitannya tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
Pasal 2
(1) | Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak. |
(2) | Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sanksi administrasi yang tercantum dalam :
|
(3) | Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, hanya dapat dilakukan dalam hal surat ketetapan pajak tersebut :
|
Pasal 3
(1) | Permohonan untuk memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
|
(2) | Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dipertimbangkan. |
Pasal 4
(1) | Surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, dan hasil pemeriksaan yang dapat dikurangkan atau dibatalkan oleh Direktur Jenderal Pajak baik secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak meliputi :
|
||||
(2) | Permohonan untuk memperoleh pengurangan atau pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c dapat diajukan oleh Wajib Pajak dalam hal :
|
Pasal 5
(1) | Permohonan untuk memperoleh pengurangan atau pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
|
||||
(2) | Pembahasan akhir hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2) dianggap telah dilaksanakan apabila pemeriksa pajak telah memberikan kesempatan untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka pembahasan akhir dan Wajib Pajak tidak menggunakan hak tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. | ||||
(3) | Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipertimbangkan. |
Pasal 6
(1) | Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim. |
(3) | Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak 1 (satu) kali. |
Pasal 7
(1) | Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan Wajib Pajak. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suaru keputusan, permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan yang diajukan. |
Pasal 8
(1) | Keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak. |
(2) | Wajib Pajak dapat meminta secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak mengenai alasan yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Pasal 9
(1) | Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan sebagai akibat dari :
|
(2) | Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan/Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar berkurang atau dibatalkan. |
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak atau surat ketetapan pajak yang tidak benar termasuk surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 11
Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak dinyatakan tidak berlaku kecuali untuk permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum 1 Januari 2008.
Pasal 12
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 6 Februari 2008
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI