Pengertian Pengkreditan Pajak Masukan
Membahas pengkreditan pajak masukan tidak bisa dilepaskan dari definisi mengenai faktur pajak masukan. Secara sederhana, faktur pajak masukan merupakan faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang telah membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak.
Jika dalam suatu periode masa pajak, nominal pajak keluaran yang dilaporkan lebih besar ketimbang pajak masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP. Penyetorannya wajib dilakukan paling lama akhir bulan selanjutnya, setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
Secara sederhana, kita dapat menyimpulkan bahwa pengkreditan pajak masukan merupakan upaya PKP memasukkan kembali PPN yang telah dibayar melalui pajak keluaran yang telah dipungut.
Prinsip-Prinsip Pengkreditan Pajak Masukan
Pengkreditan pajak masukan memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
- Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.
- Pajak masukan atas perolehan barang modal sebelum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan kena pajak, dapat dikreditkan.
- Pajak masukan dapat dikreditkan sepanjang untuk perolehan BKP atau JKP yang digunakan berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan kena pajak.
Pengkreditan pajak masukan ini akan menghasilkan tiga kemungkinan, yakni:
- Nominal pajak masukan dalam suatu masa pajak lebih kecil ketimbang jumlah pajak keluaran yang dipungut. Atas hal ini, selisih kelebihan pajak keluaran wajib disetorkan ke kas negara.
- Nominal pajak masukan dalam suatu masa pajak lebih besar dibandingkan nominal pajak keluaran yang dipungut. Atas hal ini, selisih kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau bisa dimintakan pengembalian (restitusi).
- Nominal pajak masukan dan keluaran sama besar.
Syarat Pengkreditan Pajak Masukan
Agar pajak masukan dapat dikreditkan untuk suatu masa pajak yang sama, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dan berlaku untuk seluruh bidang usaha.
Syarat-syarat pengkreditan pajak masukan antara lain:
- Tercantum dalam faktur pajak lengkap atau dokumen tertentu yang diperlakukan sama dengan faktur pajak.
- Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.
Sementara, pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan bagi jenis pengeluaran sebagai berikut:
- Pengeluaran atas BKP/JKP saat pengusaha belum dikukuhkan sebagai PKP.
- Pengeluaran atas BKP/JKP yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Artinya, pengeluaran yang bukan diperuntukkan bagi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen tidak bisa dikreditkan.
- Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
- Transaksi yang menggunakan nilai lain sebagai Dasar Penetapan Pajak (DPP).
Tarif Efektif PPN 1% dan Pengkreditan Pajak Masukan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengkreditan pajak masukan tidak bisa dilakukan pada beberapa kondisi, salah satunya pada sebuah transaksi yang menggunakan nilai lain sebagai DPP. Salah satu jenis PPN yang menggunakan nilai lain sebagai DPP adalah transaksi yang mengenakan tarif efektif PPN sebesar 1%.
Namun, tarif efektif PPN 1% hanya diberlakukan untuk tiga transaksi, yakni:
- Transaksi kendaraan bermotor bekas.
- Jasa biro perjalanan/biro pariwisata.
- Jasa pengiriman paket, termasuk jasa freight fowarding.
Penghitungan PPN memang menggunakan persentase yang tetap seperti BKP/JKP pada umumnya, yakni 10% dari DPP. Namun, untuk beberapa transaksi, seperti tiga transaksi di atas, penghitungan DPP adalah 10% x Harga Jual BKP/JKP. Jadi, tarif PPN-nya adalah 10% x 10% x Harga Jual BKP/JKP atau 1% x Harga Jual BKP/JKP.
Untuk transaksi menggunakan tarif efektif PPN 1%, pembuatan faktur pajaknya menggunakan kode faktur 040. Namun, untuk transaksi dengan tarif efektif PPN 1%, pengkreditan pajak masukan tidak dapat dilakukan.