Pengertian Subjek PPN
Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang disebut sebagai subjek PPN ialah orang pribadi dan badan, yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, melakukan kegiatan penyerahan dan menerima Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP). Hal ini dapat diartikan bahwa sebenarnya seluruh orang bisa diartikan sebagai subjek PPN atau lebih tepatnya semua orang dalam lingkup wilayah Indonesia, merupakan subjek PPN.
Semua orang bisa dikatakan sebagai subjek PPN dikarenakan sifat PPN yang merupakan pajak objektif, dimana munculnya kewajiban pajak di bidang ditentukan oleh adanya objek pajak, yaitu seperti keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Jadi, PPN tidak membedakan tingkat kemampuan konsumen dalam pengenaan pajaknya.
Selain itu, sifat PPN yang merupakan pajak konsumsi dalam negeri juga membuat semua orang dalam lingkup wilayah Indonesia menjadi subjek PPN. Karena, PPN dikenakan atasbarang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Indonesia.
Klasifikasi Subjek PPN
Jika ditelaah lebih lanjut, subjek PPN dapat dibagi menjadi dua, yakni:
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP), dimana PPN dipungut oleh PKP dalam hal:
- PKP melakukan penyerahan BKP
- PKP melakukan penyerahan JKP
- PKP melakukan ekspor BKP, ekspor BKP Tidak Berwujud, ekspor JKP
2. Non-PKP, dimana PPN akan tetap terutang meski yang melakukan kegiatan bukanlah berstatus PKP, dalam hal:
- Impor BKP
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
- Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
- Melakukan kegiatan membangun sendiri
Sementara, orang pribadi yang memanfaatkan BKP/JKP di dalam daerah pabean Indonesia, juga merupakan subjek PPN. Namun, kewajiban subjek PPN yang memanfaatkan atau mengkonsumsi BKP/JKP di dalam daerah pabean ini hanya sebatas pada pembayaran PPN, yang umumnya harga yang dibayarkan oleh konsumen sudah termasuk pungutan PPN.
Kewajiban subjek PPN orang pribadi maupun non-PKP ini diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) Pasal 4 Ayat (1) huruf b dan huruf e, serta Pasal 16C.
Pengusaha kecil juga merupakan subjek PPN dengan kewajiban-kewajiban yang mengikat, utamanya apabila pengusaha kecil memilih untuk ditetapkan sebagai PKP.
PKP Sebagai Subjek PPN
Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP di dalam daerah pabean dan/atau melakukan ekspor BKP berwujud, ekspor JKP, dan/atau ekspor BKP tidak berwujud merupakan subjek PPN yang wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
- Melaporkan usaha dan dikukuhkan sebagai PKP
- Memungut pajak terutang
- Meyetorkan PPN yang masih dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan, yang dapat dikteditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang (PPnBM)
- Melaporkan penghitungan pajak
Sebagai subjek PPN, PKP diwajibkan untuk membuat faktur pajak dengan bentuk yang sudah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yakni faktur pajak elektronik atau e-Faktur, atas penyerahan dan penerimaan BKP/JKP serta melaporkannya
Pengusaha Kecil Sebagai PKP
Sebagai subjek PPN, sejatinya pengusaha Kecil tidak termasuk dalam kategori PKP, namun jika pengusaha kecil mengajukan permohonan untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka setelah dikukuhkan, pengusaha kecil menjadi PKP sepenuhnya,dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013 ditetapkan batasan pengusaha untuk dapat dikategorikan sebagai pengusaha kecil, sebagai berikut:
- Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan penyerahan BKP/JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4,8 miliar.
- Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
- Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4,8 miliar.
- Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4,8 miliar.
Pengusaha kecil yang telah dikukuhkan sebagai PKP dan secara otomatis menjadi subjek PPN yang terikat peraturan, wajib memungut, meyetor, dan melaporkan PPN atau PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP yang dilakukannya.