Pasal 16 B ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN menyebutkan bahwa pajak masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan.
Ketentuan dalam pasal 16B tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah pajak masukan atas kebun kelapa sawit dapat dikreditkan atau tidak, khususnya untuk perusahaan kelapa sawit yang terintegrasi (mempunyai kebun dan juga pabrik kelapa sawit sekaligus) atau perusahaan kelapa sawit yang tidak mempunyai pabrik kelapa sawit, tetapi melakukan titip olah hasil Tandan Buah Segar (TBS) kemudian menjual hasilnya dalam bentuk CPO atau produk turunan lainnya.
Para Pengusaha kelapa sawit memiliki ketentuan baru tentang pengkreditan Pajak Masukan yaitu pada PMK Nomor 135/PMK.011/2014 Tanggal 18 Juni 2014 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak.
Perubahan pertama terdapat pada PMK Nomor 21/PMK.011/2014 Tanggal 30 Januari 2014 tentang Perubahan PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan yang Terutang dan Penyerahan Tidak Terutang Pajak.
Sebelum berlakunya ketentuan PMK Nomor 21/PMK.011/2014 Tanggal 30 Januari 2014, terdapat dispute terkait pengkreditan pajak masukan, khususnya terhadap wajib pajak kelapa sawit yang mempunyai usaha integrated, maksudnya yang mempunyai kebun kelapa sawit sekaligus pabrik kelapa sawit yang atas penyerahan hasil kebun kelapa sawit berupa Tandan Buah Segar (TBS) sesuai dengan ketentuan penyerahannya dibebaskan PPN nya.
Peraturan Lama Pengkreditan Pajak Masukan Kelapa Sawit
Peraturan yang mengatur pengkreditan pajak masukan untuk perusahaan kelapa sawit adalah PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-90/PJ/2011 Tahun 2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan pada Perusahaan Terpadu (Integrated) Kelapa Sawit.
PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tersebut mengatur bahwa pajak masukan hanya boleh dikreditkan apabila perusahaan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang terutang PPN.
Dalam hal penyerahannya tidak terutang PPN, maka pajak masukan seluruhnya tidak boleh dikreditkan. Dalam hal terdapat perolehan BKP/JKP yang digunakan/dimanfaatkan secara bersama-sama untuk penyerahan BKP yang terutang PPN dan tidak terutang PPN, maka pajak masukannya dihitung menggunakan pedoman perhitungan pajak masukan.
Dalam contoh perhitungan yang terdapat pada lampiran PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tidak terdapat contoh untuk perhitungan pajak masukan untuk pabrik kelapa sawit terintegrasi.
Bagaimana dengan perusahaan kelapa sawit terintegrasi yang hanya menjual CPO dan produk turunannya yang seluruhnya terutang PPN, sehingga dapat dikatakan karakteristiknya berbeda?
Ketidakjelasan dalam PMK Nomor 78/PMK.03/2010, dibantu dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-90/PJ/2011 Tahun 2011. Surat Edaran ini secara eksplisit menjawab pertanyaan pertanyaan dari Wajib Pajak terkait pedoman untuk pengkreditkan Pajak Masukan terpadu kelapa sawit, yang memberikan penekanan atas pelaksanaan ketentuan Pasal 16B UU 42 tahun 2009 secara konsisten dan sama untuk Wajib pajak.
Pada Pasal 6 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-90/PJ/2011 Tahun 2011, diberikan penegasan bahwa Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (contoh: TBS), tidak dapat dikreditkan.
Dengan demikian, untuk pabrik kelapa sawit terintegrasi, Pajak Masukan khusus untuk kebun kelapa sawit tidak dapat dikreditkan, sedangkan untuk Pajak Masukan khusus pabrik kelapa sawit dapat dikreditkan.
PMK NOMOR 135/PMK.011/2014
Perlakuan pajak masukan bagi perusahaan kelapa sawit terintegrasi (dan juga untuk pengusaha kebun kelapa sawit yang melakukan titip olah) akhirnya memperoleh kejelasan melalui PMK Nomor 21/PMK.011/2014 yang mengubah PMK Nomor 78/PMK.03/2010 dengan menyisipkan pasal 2A.
Dalam pasal tersebut secara ekplisit disebutkan bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menghasilkan BKP yang atas penyerahannya termasuk dalam penyerahan yang tidak terutang pajak dan mengolah dan/atau memanfaatkan lebih lanjut BKP, baik melalui unit pengolahan sendiri maupun melalui titip olah dengan menggunakan fasilitas pengolehan PKP lainnya sehingga menjadi BKP yang atas seluruh penyerahannya termasuk dalam penyerahan yang terutang pajak, seluruh pajak masukan yang sudah dibayar dapat dikreditkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.
Dengan berlakunya PMK Nomor 21/PMK.011/2014, tidak ada lagi dispute antara Wajib Pajak pengusaha kelapa sawit dengan Ditjen Pajak perihal perhitungan Pajak Masukan untuk industri kelapa sawit. Namun pada PMK Nomor 135/PMK.011/2014 Tanggal 18 Juni 2014 menetapkan tentang:
1. Perubahan Pasal 2A PMK Nomor 78/PMK.03/2010 yang berbunyi,”… sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, Pajak Masukan yang sudah dibayar dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.”
2. Penambahan Pasal 9A PMK Nomor 78/PMK.03/2010 yang menyatakan bahwa ketentuan mengenai perhitungan pengkreditan pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sejak tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
3. Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.011/2014, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.