Terlampir kami sampaikan Keputusan Menteri Keuangan No. 836/KMK.04/1992 tanggal 29 Juli 1992 tentang “Tidak Dilakukannya Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Honorarium, Uang Perangsang dan Imbalan Lainnya Yang Dibayarkan Kepada Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d Ke bawah Dan Anggota ABRI Yang Berpangkat Pembantu Letnan Satu Kebawah Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara”.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta, penghasilan pegawai Pemda DKI Jakarta golongan I dan II termasuk honorarium dan uang lembur masih di bawah PTKP, sedangkan penghasilan pegawai golongan III dan IV berada di atas PTKP.
Sesuai dengan Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara No. 01/SE/1987 tanggal 8 Januari 1987 tentang pedoman persamaan pangkat/golongan ruang gaji anggota ABRI dengan Pegawai Negeri Sipil, ABRI yang berpangkat Pembantu Letnan Satu disamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I/golongan II/d.
Memperhatikan butir 2 dan 3 di atas, maka baik Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah maupun anggota ABRI yang berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah jumlah penghasilannya yang berasal dari Bendaharawan Pemerintah baik berupa gaji maupun honorarium, uang perangsang dan imbalan lainnya pada umumnya masih dibawah PTKP sehingga bila dipotong PPh Pasal 21 akan terjadi kelebihan pemotongan/penyetoran PPh Pasal 21.
Untuk menghindarkan kelebihan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 tersebut telah dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 836/KMK.04/1992 sebagaimana tersebut pada butir 1 di atas, sehingga atas honorarium, uang perangsang dan imbalan lainnya yang dibayarkan oleh Bendaharawan Pemerintah kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan anggota ABRI yang berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah tidak dipotong PPh Pasal 21.
Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 tersebut pada butir 5 tetap merupakan obyek PPh, sehingga apabila dijumlah dengan gaji dan penghasilan lain baik yang berasal dari Bendaharawan Pemerintah maupun yang berasal dari sumber lain jumlahnya melebihi PTKP, maka Pegawai Negeri Sipil atau anggota ABRI yang bersangkutan wajib melunasi sendiri PPh yang terutang serta melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Keputusan Menteri Keuangan tersebut berlaku sejak tahun pajak 1992.
Terhadap penghasilan tersebut pada butir 5 untuk tahun pajak 1992 dan sebelumnya yang belum dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 tidak perlu dilakukan pemotongan.
Perlu kiranya disampaikan bahwa dalam hal honorarium, uang perangsang dan imbalan lain dibayarkan keseluruhannya oleh Bendaharawan Gaji, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang didasarkan atas jumlah seluruh gaji, uang perangsang dan imbalan lain sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Buku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 dan Pasal 26.
Demikian untuk disebarluaskan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
Drs. MAR’IE MUHAMMAD