Menimbang :
- bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat di bidang pembangunan/pengembangan industri dalam negeri, perlu diberikan keringanan bea masuk atas impor bahan baku/sub komponen/bahan penolong;
- bahwa pemberian keringanan bea masuk harus tetap memperhatikan hak-hak dan kepentingan negara;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Pemberian Keringanan Bea Masuk atas Bahan Baku/Sub Komponen/Bahan Penolong untuk Pembuatan Komponen Elektronika.
Mengingat :
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 440/KMK.05/1996 tanggal 21 Juni 1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.01/1999;
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 98/KMK.05/2000 tanggal 31 Maret 2000 tentang Keringanan Bea Masuk atas Bahan Baku/Sub Komponen/Bahan Penolong untuk Pembuatan Komponen Elektronika;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PEMBERIAN KERINGANAN BEA MASUK ATAS BAHAN BAKU/SUB KOMPONEN/BAHAN PENOLONG UNTUK PEMBUATAN KOMPONEN ELEKTRONIKA BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/KMK.05/2000 TANGGAL 31 MARET 2000.
Pasal 1
Atas impor bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk pembuatan komponen elektronika oleh Perusahaan Industri Komponen Elektronika diberikan fasilitas keringanan bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) | Atas impor bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk pembuatan komponen elektronika diberikan keringanan bea masuk sehingga tarif akhir bea masuknya menjadi 5% (lima persen). |
(2) | Dalam hal tarif bea masuk yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) 5% (lima persen) atau kurang, maka yang berlaku adalah tarif bea masuk dalam BTBMI. |
Pasal 2
Jenis dan spesifikasi serta jumlah bahan baku/sub komponen/bahan penolong yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk didasarkan pada daftar bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk kebutuhan produksi tahunan yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Pasal 3
(1) | Untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, perusahaan industri komponen elektronika mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan sesuai contoh Lampiran I Keputusan ini, dengan dilampiri :
|
||||||||
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan Keringanan Bea Masuk, untuk keperluan produksi selama 1 (satu) tahun dengan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Keputusan keringanan bea masuk atas bahan baku/sub komponen/bahan penolong, dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Keputusan ini dengan dilampiri daftar bahan baku/sub komponen/bahan penolong serta penunjukan pelabuhan bongkar. |
Pasal 4
Perusahaan industri komponen elektronika yang mendapatkan fasilitas keringanan bea masuk diwajibkan
untuk :
(1) | Menyelenggarakan pembukuan pengimporan atas bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk keperluan audit di bidang kepabeanan; |
(2) | Menyimpan dan memelihara pembukuan, dokumen dan catatan-catatan lainnya sehubungan dengan pemberian keringanan bea masuk untuk sekurangn-kurangnya 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak realisasi impor pada tempat usahanya; |
(3) | Menyampaikan laporan tentang realisasi impor atas bahan baku/sub komponen/bahan penolong yang mendapat keringanan bea masuk tersebut kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-50/BC/1999 tanggal 16 Agustus 1999. |
Pasal 5
(1) | Atas bahan baku/sub komponen/bahan penolong yang telah mendapatkan fasilitas keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2), apabila pada saat pengimporannya tidak memenuhi ketentuan tentang jumlah, jenis dan spesifikasi barang yang tercantum dalam daftar bahan baku/sub komponen/bahan penolong dipungut bea masuk dan pungutan impor lainnya, dengan tidak dikenakan denda. |
(2) | Atas bahan baku/sub komponen/bahan penolong yang telah mendapatkan fasilitas keringanan bea masuk hanya dapat digunakan untuk kepentingan industri yang bersangkutan. |
(3) | Penyalahgunaan bahan baku/sub komponen/bahan penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan batalnya fasilitas bea masuk yang diberikan atas barang tersebut sehingga bea masuk yang terhutang harus dibayar dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari kekurangan bea masuk. |
Pasal 6
(1) | Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuanketentuan kepabeanan dan cukai yang berlaku, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas pembukuan, catatan, dan dokumen yang berkaitan dengan pemasukan, penggunaan, pengeluaran dan sediaan barang. |
(2) | Berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) Pengusaha Industri Komponen Elektronika bertanggung jawab atas pelunasan bea masuk dan cukai yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda. |
Pasal 7
Perusahaan industri komponen elektronika yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk atas impor bahan baku/sub komponen/bahan penolong untuk pembuatan komponen elektronika berdasarkan ketentuan lama dan belum merealisir seluruh impornya dapat tetap menggunakan surat keputusan pemberian fasilitas pabean berdasarkan ketentuan lama hingga berakhirnya masa berlaku keputusan yang bersangkutan, dengan ketentuan tidak dapat diperpanjang dan atau diubah.
Pasal 8
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juni 2000
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
R.B. PERMANA AGUNG D.
NIP 060044475