Bersama ini disampaikan foto copy Keputusan Menteri Keuangan Nomor 460/KMK.03/2001 tanggal 28 Agustus 2001 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000 tentang Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-586/PJ/2001tanggal 29 Agustus 2001 tentang Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Kendaraan Bermotor Dan Tata cara Pemberian Serta Penata usahaan Pembebasan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Atau Penyerahan Kendaraan Bermotor.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah :
1. |
Adanya perubahan tarif PPn BM terhadap jenis kendaraan bermotor yang tergolong mewah sebagaimana pada tabel terlampir. |
2. |
Pelaksanaan pemberian dan penatausahaan pembebasan PPn BM (SKB) untuk semua jenis kendaraan yang dibebaskan dari pengenaan PPn BM sepenuhnya dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana pemohon SKB terdaftar, termasuk untuk semua jenis kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan dinas maupun kendaraan patroli TNI atau POLRI. |
3. |
Dalam pelaksanaan impor atau penyerahan kendaraan bermotor yang tidak dikenakan PPn BM tidak memerlukan Surat Keterangan Tidak Dikenakan PPn BM atau Rekomendasi dari Direktur Jenderal Pajak. |
4. |
Untuk penyerahan kendaraan bermotor yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2001, tidak ditetapkan prosentase tertentu sebagai ukuran Harga Jual yang dipengaruhi adanya hubungan istimewa. Harga Jual dipengaruhi adanya hubungan istimewa antara penjual dan pembeli diketahui setelah dilakukannya pemeriksaan pajak atas PKP bersangkutan. |
5. |
Ketentuan yang mengatur mengenai pemungutan PPn BM atas penyerahan kendaraan bermotor yang tergolong mewah sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut di atas adalah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-540/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001. |
6. |
Terhadap permohonan SKB PPn BM atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI/POLRI dan untuk tujuan protokoler kenegaraan, sepanjang dananya berasal dari APBN/APBD, serta kendaraan bermotor yang dipergunakan untuk kendaraan ambulan, tahanan, pemadam kebakaran dan jenazah, yang diterima sampai dengan tanggal 31 Agustus 2001 yang diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak cq. Direktur PPN dan PTLL sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ.51/1999 tanggal 2 Nopember 1999 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-25/PJ.51/2000 tanggal 22 September 2000, tetap diselesaikan di Direktorat PPN dan PTLL. |
7. |
Atas permohonan SKB PPn BM, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan SKB PPn BM paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. |
8. |
SKB PPn BM tidak diberikan kepada pemohon yang dalam perolehan/pembelian kendaraan bermotornya telah dipungut PPn BM. |
9. |
Pengajuan permohonan restitusi PPn BM, dapat dilakukan oleh pemohon paling lambat 12 (dua belas) bulan setelah bulan terjadinya penyerahan kendaraan kepada pembeli atau setelah bulan terjadinya impor (untuk impor yang dilakukan sendiri). Untuk menentukan saat penyerahan dimaksud, berpedoman pada Bukti Tanda Terima penyerahan kendaraan kepada pembeli. Contoh : Penyerahan kendaraan bermotor oleh Dealer “A” kepada PO “B” dilakukan tanggal 15 September 2001, maka batas akhir pengajuan permohonan restitusi PPn BM adalah tanggal 14 September 2002. |
10. |
Atas permohonan restitusi tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 2 (dua) bulan setelah tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. |
11. |
Untuk memperoleh kepastian bahwa PPn BM yang telah dipungut telah disetor ke Kas Negara, maka Kepala KPP yang memproses permohonan restitusi tersebut di atas harus melakukan konfirmasi kepada : |
a. | Kepala KPP dimana pemungut PPn BM dikukuhkan sebagai PKP dengan mengirimkan fotokopi bukti pungutan PPn BM, yang dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap. Kepala KPP yang menerima permintaan konfirmasi diwajibkan untuk menjawab permintaan konfirmasi paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permintaan konfirmasi. Untuk dapat menjawab permintaan konfirmasi dimaksud, Kepala KPP agar melakukan penelitian antara lain dengan membandingkan fotokopi bukti pungutan PPn BM yang dikirim dengan Daftar Rincian Kendaraan Bermotor yang merupakan lampiran SPT Masa PPN dan SPT Masa PPn BM untuk Masa Pajak yang berkenaan (untuk eks kendaraan CKD); atau |
b. | Kepala KPP dimana importir dikukuhkan sebagai PKP dengan mengirimkan informasi tentang spesifikasi kendaraan bermotor eks impor kendaraan CBU, seperti jenis kendaraan bermotor, nomor rangka (NIK) dan nomor mesin, yang dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap. Kepala KPP yang menerima permintaan konfirmasi diwajibkan untuk menjawab permintaan konfirmasi paling lambat 10 sepuluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permintaan konfirmasi. Untuk dapat menjawab permintaan konfirmasi dimaksud, Kepala KPP agar melakukan penelitian terhadap SPT Masa PPN importir dimaksud dan dokumen impor (PIB dan lembar ke-tiga Surat Setoran Pajak) yang dilampirkan dalam SPT Masa PPN tersebut. |
12. |
Atas permohonan restitusi PPn BM yang diajukan sebelum tanggal 1 September 2001 dan sampai dengan tanggal tersebut belum dapat diselesaikan, agar diselesaikan sesuai dengan tatacara termasuk persyaratan dokumen yang harus dilampirkan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan memperhatikan batas waktu penyelesaian permohonan tersebut. |
13. |
Kepala Kantor Pelayanan Pajak diwajibkan untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan kendaraan bermotor yang telah memperoleh fasilitas pembebasan PPn BM. |
14. |
Dengan berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut di atas, maka sejak tanggal 1 September 2001 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ.51/1999tanggal 2 Nopember 1999 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-25/PJ.51/2000 tanggal 22 September 2000 dinyatakan tidak berlaku. |
Demikian untuk mendapat perhatian dan disebarluaskan pada wilayah kerja masing-masing.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
HADI POERNOMO